HomeFaedahKeutamaan Puasa Asyura
Keutamaan Puasa ‘Asyura - MuadzDotCom - Sahabat Belajar Islam
Keutamaan Puasa ‘Asyura - MuadzDotCom - Sahabat Belajar Islam

Keutamaan Puasa Asyura

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang masih memberikan begitu banyak kenikmatan kepada kita hingga detik ini. Alhamdulillah, kita telah memasuki bulan Al-Muharram yang merupakan salah satu bulan yang termasuk bulan-bulan yang haram, yaitu bulan-bulan yang Allah haramkan di dalamnya perang, Allah juga melarang kita dari melakukan perbuatan keji dan dosa di dalamnya, hal ini sebagai bentuk kemuliaan bagi bulan-bulan tersebut. Bahkan keberadaan bulan-bulan yang mulia ini juga Allah abadikan di dalam Al-Quran Al-Karim, Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَات وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلاَ تَظْلِمُواْ فِيهِنَّ

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS At-Taubah [9]: 36)

Allah Ta’ala juga berfirman:

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ، قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ

“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar.” (QS Al-Baqarah [2]: 217)

Keempat bulan haram tersebut adalah: Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Al-Muharram. Dan alhamdulillah, sekarang kita sedang berada di salah satu bulan-bulan tersebut, yaitu bulan Al-Muharram.

Adakah Amalan Khusus untuk Menyambut Bulan Al-Muharram?

Bulan Al-Muharram berada di urutan pertama dari dua belas bulan yang ada di dalam Islam, yang mana hal ini biasanya dijadikan sebagai tanda pergantian tahun lama ke tahun yang baru. Namun demikian, bukan berarti kita harus merayakan pergantian tahun ini dengan perayaan tahun baru seperti yang dilakukan oleh orang-orang kafir. Atau bahkan menjadikan awal bulan Al-Muharram ini sebagai hari raya dan mengisinya dengan berbagai amalan-amalan yang dipandangnya sebagai suatu kebaikan.

Padahal jika seandainya hal tersebut merupakan kebaikan, maka tentu saja sudah dicontohkan dan dilakukan oleh Nabi kita yang mulia, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun, kenyataannya hal tersebut tidak pernah dicontohkan oleh beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, ataupun oleh generasi terbaik umat ini yaitu, para sahabat yang mulia.

Maka kita sebagai umat yang mengaku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya harus mengikuti petunjuk beliau dalam segala perkara agama. Perlu diketahui, bahwa penyebutan dan perayaan tahun baru Islam oleh sebagian orang bukanlah dalil akan kebenaran hal tersebut, karena kebenaran itu adalah yang datangnya dari Allah dan RasulNya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa mengada-adakan hal yang baru dalam urusan kami (perkara agama) ini, apa-apa yang tidak ada contohnya, maka tertolak.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Hari ‘Asyura dan Kisah Nabi Musa ‘alaihissalam

Hari ‘Asyura merupakan hari kesepuluh di dalam bulan Al-Muharram yang memiliki keutamaan sangat besar. Hari ‘Asyura tidak bisa dilepaskan dari kisah Nabi Musa ‘alaihissalam yang begitu menakjubkan tatkala menghadapi Fir’aun dan bala tentaranya, seperti dikisahkan di dalam Al-Quran. Dikisahkan bahwa pada hari ‘Asyura inilah, Allah Ta’ala menurunkan pertolongan kepada Nabi Musa dan kaumnya (yaitu Bani Israil), sehingga mereka berhasil selamat dari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya yang hendak membunuh mereka.

Dan di hari itu pula, Allah Ta’ala menenggelamkan Fir’aun dan bala tentaranya ke dasar laut, sehingga berakhirlah penderitaan yang selama ini dirasakan oleh kaum Nabi Musa ‘alaihissalam. Hal ini tentu saja nikmat yang begitu agung yang Allah anugerahkan kepada Nabi Musa dan kaumnya.

Sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat tersebut, maka Nabi Musa ‘alaihissalam pun berpuasa pada hari kesepuluh bulan Al-Muharram atau di hari ‘Asyura tersebut. Kemudian Bani Israil pun ikut berpuasa di hari tersebut sebagai bentuk pengamalan dari sunnah Nabi mereka.

Keutamaan Puasa Asyura

Dikisahkan pula bahwa, dahulu ketika Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke kota Madinah, beliau menjumpai orang-orang Yahudi berpuasa di hari kesepuluh bulan Al-Muharram. Dan dengan bangganya mereka mengatakan bahwa alasan mereka berpuasa adalah karena di hari itulah Allah Ta’ala menyelamatkan Musa dan kaumnya dari kejaran Fir’aun, dan di hari itu pula Allah memusnahkan Fir’aun dan bala tentaranya untuk selama-lamanya. Mendengar hal tersebut, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

نَحْنُ أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ فَصَامَهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ

“Kami lebih berhak untuk mengikuti Nabi Musa daripada kalian (orang-orang Yahudi), kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa dan memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa.”

Dan ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang keutamaan berpuasa di hari ‘Asyura tersebut, beliau bersabda:

أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ

“Saya berharap kepada Allah untuk mengampuni dosa-dosa setahun yang lalu.” (HR Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Maka sudah selayaknya kita sebagai pengikut Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengamalkan tuntunan beliau ini dengan berpuasa di hari ‘Asyura, yaitu hari kesepuluh di bulan Al-Muharram. Selain itu juga kita disunnahkan untuk berpuasa pula di hari sebelumnya, yaitu hari kesembilan di bulan Al-Muharram, untuk menyelisihi orang-orang Yahudi yang hanya berpuasa pada hari kesepuluh saja.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابِلٍ لَأَصُومَنَّ التَّاسِعَ

“Jika sekiranya aku masih hidup sampai tahun depan, maka sungguh aku akan berpuasa di hari yang kesembilan.” (HR Muslim, Ibnu Majah, dan Ahmad, dari hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma)

Dari ulasan di atas, kita mengetahui begitu istimewanya hari ‘Asyura itu, sampai-sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk berpuasa di dalamnya. Dan pahala berpuasa di hari tersebut tidak tanggung-tanggung, yaitu menghapuskan dosa-dosa setahun yang lalu.

Ada sekelompok orang yang mengaku Islam (yaitu Syi’ah) yang menjadikan hari ‘Asyura sebagai hari berkabung atas kematian cucu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di Padang Karbala, yaitu Husain bin ‘Ali radhiyallahu ‘anhuma. Pada hari tersebut, mereka melakukan ritual-ritual yang sangat menyimpang dari ajaran Islam.

Di antara ritual tersebut adalah dengan berteriak-teriak di jalan-jalan sembari memukul-mukul benda-benda tajam ke tubuh mereka hingga berdarah-darah, bahkan tidak sedikit di antara mereka yang memukulkan pisau ke kepalanya hingga mengucurkan darah. Menurut mereka, hal tersebut dilakukan sebagai bentuk rasa cinta mereka kepada Husain bin ‘Ali radhiyallahu ‘anhuma. Namun sungguh hal ini bukanlah ajaran Islam, karena Islam tidak pernah mengajarkan hal demikian.

Semoga Allah Ta’ala memudahkan kita untuk bisa beramal di hari ‘Asyura dengan amalan-amalan yang sesuai Sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang di antaranya adalah puasa ‘Asyura, dan semoga kita bisa meraih pahala dan keutamaan dari amalan tersebut. Aamiin.

Referensi:
– Khutbah Jum’at yang berjudul “Fadhlu Yaumi ‘Aasyuuraa“, disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazaq bin ‘Abdil Muhsin Al-Badr. Sumber: www.al-badr.net
– Khutbah Jum’at yang berjudul “Yaumu ‘Aasyuuraa“, disampaikan oleh Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan. Sumber: www.alfawzan.af.org.sa
– Artikel yang berjudul “Maa Hiya Asy-hurul Hurum wa Limadza Summiyat bi Haadzal Ismi?” Sumber: www.sahab.net

Oleh: Muadz Mukhadasin

Artikel ini juga dimuat di dalam Buletin Al-Ilmu edisi 6, yang diterbitkan oleh Yayasan Pendidikan Islam Imam Syafi’i, Berau.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

x

Check Also

Bahaya Melibatkan Diri dalam Perdebatan tanpa Didasari Ilmu - MuadzDotCom - Sahabat Belajar Islam

Bahaya Melibatkan Diri dalam Perdebatan tanpa Didasari Ilmu

Umar bin Abdul Aziz rahimahullah berkata: مَنْ جَعَلَ دِينَهُ غَرَضاً لِلْخُصُومَاتِ أَكْثَرَ التَّنَقُّلَ “Barang siapa ...