Sedekah merupakan salah satu amal kebaikan yang mempunyai nilai pahala yang sangat besar jika diniatkan ikhlas karena Allah. Dengan sedekah, maka harta seseorang akan menjadi barokah, yaitu diberkahi oleh Allah Ta’ala. Sedekah juga bisa menjadikan seseorang mudah dalam memperoleh rezekinya, karena setiap apa yang diinfakkannya dengan ikhlas pasti akan diberikan gantinya oleh Allah Ta’ala.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لاَ خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِّن نَّجْوَاهُمْ إِلاَّ مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلاَحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتَغَاء مَرْضَاتِ اللهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْراً عَظِيماً
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” (QS An-Nisa’ [4]: 114)
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
… وَمَا أَنفَقْتُم مِّن شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
“… Dan apa saja yang kamu infaqkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (QS Saba’ [34]: 39)
Kebanyakan orang akan berpikir panjang sebelum menginfakkan atau menyedekahkan hartanya, mereka khawatir hartanya akan berkurang, dan menyebabkan dirinya miskin. Hal seperti ini tentunya tidak benar, karena sejatinya sedekah tidaklah mengurangi harta kita, justru dengan sedekah maka harta kita akan diberkahi oleh Allah. Dan Allah Ta’ala sendirilah yang nantinya akan mengganti apa yang disedekahkan oleh seorang hamba di jalanNya.
Sifat kikir dan bakhil sering kali menjadi penghalang bagi seseorang untuk menginfakkan hartanya di jalan Allah. Mereka bersungguh-sungguh dalam mengumpulkan harta kemudian bermegah-megahan dengannya, namun tidak mau bersedekah. Mungkin mereka menganggap bahwa hartanya tersebut akan dibawa mati.
Setiap Muslim harus mengetahui bahwa harta yang dimilikinya itu hanyalah titipan dari Allah. Dan sejatinya apa-apa yang belum ia belanjakan itu sebenarnya bukan miliknya. Karena yang menjadi miliknya adalah yang sudah dimakan, dipakai, dan disedekahkan. Adapun harta yang masih ada di dalam kantongnya, lacinya, atau masih menumpuk di bank, maka itu bukanlah miliknya. Jika ia meninggal dunia, maka ia tidak akan bisa membawanya.
Dari ‘Abdullah bin Asy-Syikhir radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:
أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقْرَأُ: أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ
“Saya mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan saat itu beliau sedang membaca ayat “Alhaakumut Takaatsur” (Artinya: “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu.”). Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَقُولُ ابْنُ آدَمَ: مَالِي مَالِي، قَالَ: وَهَلْ لَكَ يَا ابْنَ آدَمَ مِنْ مَالِكَ إِلاَّ مَا أَكَلْتَ فَأَفْنَيْتَ، أَوْ لَبِسْتَ فَأَبْلَيْتَ، أَوْ تَصَدَّقْتَ فَأَمْضَيْتَ
“”Manusia berkata, “Hartaku, hartaku.” Beliau bersabda, “Ada apa dengan kalian, wahai manusia? Hartamu tidak lain adalah apa yang telah kamu makan lantas habis, atau yang kamu pakai kemudian menjadi usang, atau apa yang telah kamu sedekahkan kemudian kamu diberi balasan atasnya.”” (HR Muslim: 2958)
Sedekah itu tidaklah mengurangi harta, justru dengan sedekah seseorang akan dimudahkan rezekinya. Simak kisah berikut ini yang menceritakan seorang laki-laki yang senantiasa bersedekah dengan hasil kebunnya, dan akhirnya air hujan pun memilih untuk jatuh di kebunnya. Subhanallah, ini tentunya merupakah keberkahan yang luar biasa yang Allah berikan kepada hamba-hambaNya yang senantiasa mau bersedekah dengan harta yang dimilikinya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
بَيْنَا رَجُلٌ بِفَلاةٍ مِنَ الأَرْضِ فَسَمِعَ صَوْتًا فِي سَحَابَةٍ: اسْقِ حَدِيقَةَ فُلانٍ، فَتَنَحَّى ذَلِكَ السَّحَابُ فَأَفْرَغَ مَاءَهُ فِي حَرَّةٍ، فإِذَا شَرْجَةٌ مِنْ تِلْكَ الشِّرَاجِ قَدِ اسْتَوْعَبَت ذَلِكَ الماءَ كُلَّهُ، فَتَتَبَّعَ المَاءَ، فإذَا رَجُلٌ قَائمٌ في حَدِيقَتِهِ يُحَوِّلُ الماءَ بِمسحَاتِهِ، فَقَالَ لَهُ: يَا عَبْدَ اللهِ، ما اسمُكَ؟ قال: فُلانٌ للاسم الذي سَمِعَ في السَّحابةِ، فقال له: يا عبدَ الله، لِمَ تَسْألُنِي عَنِ اسْمِي؟ فَقَالَ: إنِّي سَمِعْتُ صَوتْاً في السَّحابِ الَّذِي هَذَا مَاؤُهُ، يقولُ: اسْقِ حَدِيقَةَ فُلاَنٍ لاسمِكَ، فَمَا تَصْنَعُ فِيهَا، فَقَالَ: أمَا إذْ قُلْتَ هَذَا، فَإنِّي أنْظُرُ إِلَى مَا يَخْرُجُ مِنْهَا، فَأتَصَدَّقُ بِثُلُثِهِ، وَآكُلُ أنَا وَعِيَالِي ثُلُثاً، وَأردُّ فِيهَا ثُلُثَهُ
“Ketika seorang laki-laki ada di sebuah tanah lapang, tiba-tiba dia mendengar suara dari balik awan: “Siramilah kebun Fulan.” Lalu awan tadi bergerak ke arah kebun itu, lalu menumpahkan air di tanah yang berbatu, ternyata ada sebuah selokan dari beberapa selokan sudah bisa menampung semua air tadi, lalu laki-laki yang pertama tadi mengikuti aliran air, lalu bertemu dengan seorang laki-laki yang sedang memindahkan air ke kebunnya dengan sekop.
Laki-laki yang pertama bertanya, “Wahai hamba Allah, siapa namamu?” Dia (laki-laki kedua) menjawab, “Fulan” (dan itu adalah nama yang aku dengar dari balik awan) dan dia balik bertanya, “Wahai hamba Allah, kenapa engkau bertanya tentang namaku?” Lelaki pertama menjawab, “Sungguh aku pernah mendengar suara dari awan yang menurunkan air ini, dia berkata, “Siramilah kebun Fulan (itu namamu).” Memangnya apa yang sedang kau lakukan?”
Lelaki kedua menjawab, “Jika engkau menanyakan hal itu, maka sesungguhnya aku menunggu hasil panen, lalu aku sedekahkan sepertiganya, aku makan dengan keluarga sepertiganya, dan aku jadikan bibit sepertiganya.”” (HR Muslim: 2984)
Referensi:
- Ad-Durus Al-Yaumiyyah, Syaikh Dr. Rasyid bin Husain Al-‘Abdu Al-Karim
Oleh: Muadz Mukhadasin
Artikel: www.muadz.com
One comment
Pingback: Ini Amalan-Amalan di Malam Lailatul Qadar 1444 H – assunahsalafushshalih