Di dalam hadits yang mulia yang diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ مِنْ النَّاسِ مَفَاتِيحَ لِلْخَيْرِ مَغَالِيقَ لِلشَّرِّ وَإِنَّ مِنْ النَّاسِ مَفَاتِيحَ لِلشَّرِّ مَغَالِيقَ لِلْخَيْرِ فَطُوبَى لِمَنْ جَعَلَ اللَّهُ مَفَاتِيحَ الْخَيْرِ عَلَى يَدَيْهِ وَوَيْلٌ لِمَنْ جَعَلَ اللَّهُ مَفَاتِيحَ الشَّرِّ عَلَى يَدَيْهِ
“Sesungguhnya ada sebagian manusia yang menjadi kunci kebaikan dan penutup kejelekan, dan ada pula sebagian manusia yang menjadi kunci kejelekan dan penutup kebaikan. Maka beruntunglah bagi siapa saja yang Allah jadikan kunci-kunci kebaikan berada di tangannya, dan celakalah bagi siapa saja yang Allah jadikan kunci-kunci kejelakan berada di tangannya.” (HR. Ibnu Majah no. 237, dan telah dihasankan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahih Sunan Ibnu Majah no. 194)
Para ulama menjelaskan bahwa “beruntung” yang dimaksud dalam hadits ini adalah balasan berupa surga, atau dikatakan juga balasan berupa pohon di surga (yang sangat besar) yang jika seorang pengendara berjalan di bawah naungannya maka ia tidak akan bisa menyelesaikan perjalanannya tersebut kecuali setelah seratus tahun lamanya. Sedangkan “celaka” yang dimaksud dalam hadits ini tidak lain adalah neraka dan juga adzab siksaan yang sangat pedih di dalamnya.
Hendaknya setiap dari kita benar-benar memperhatikan dan merenungi kandungan hadits yang mulia ini, karena di dalamnya terdapat nasihat yang sangat berharga dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam. Di dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwasanya manusia itu terbagi menjadi dua kelompok, yang pertama adalah kelompok manusia yang menjadi kunci pembuka pintu kebaikan serta penutup pintu kejelekan. Dan yang kedua adalah kelompok manusia yang menjadi kunci pembuka pintu kejelekan serta penutup pintu kebaikan.
Pernahkah kita merenungkan dan memperhatikan termasuk kelompok yang manakah kita ini? Apakah kita termasuk ke dalam kelompok manusia yang menjadi kunci kebaikan serta penutup kejelekan? Atau justru kita termasuk kelompok yang menjadi kunci kejelekan dan penutup kebaikan?
Untuk bisa mengetahuinya maka kita harus senantiasa instropeksi diri dengan sebenar-benarnya, bagaimana amal ibadah, ucapan, pergaulan, akhlak serta muamalah kita dengan orang lain. Sehingga dengan demikian kita akan tahu bagaimana keadaan kita dalam kehidupan di dunia ini sebelum akhirnya kita mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah kelak di hari kiamat. Yang mana pada saat itu hanya ada dua jalan yaitu jalannya orang-orang yang beruntung (surga) dan jalannya orang-orang yang celaka (neraka).
Dan tentu saja setiap dari kita pasti menginginkan agar kita termasuk ke dalam kelompok orang-orang yang menjadi kunci pembuka pintu kebaikan serta penutup pintu kejelekan. Karena dengan demikian kita akan mendapatkan keberuntungan berupa surga Allah Ta’ala. Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh seorang yang menginginkan agar Allah menjadikan kunci-kunci kebaikan berada di tangannya, di antara hal-hal tersebut adalah:
1. Ikhlas
Yaitu ikhlas kepada Allah Ta’ala baik dalam perkataan maupun perbuatan, hendaknya seorang muslim tidak melakukan suatu amalan pun dan tidak mengatakan suatu ucapan pun kecuali (dia ikhlas) mengharap pahala dari Allah Ta’ala. Karena seorang yang ikhlas itu adalah orang yang benar dalam setiap ucapan dan perbuatannya. Dan Allah Ta’ala tidak akan pernah menerima amalan yang tidak didasari dengan keikhlasan kepadaNya. Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَآءَ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepadaNya (ikhlas) dalam (menjalankan) agama yang lurus.”(QS. al-Bayyinah [98]: 5)
Di antara nikmat yang Allah berikan kepada orang-orang yang ikhlas yaitu ia akan dipalingkan dari jalan kejelekan dan ia akan diberikan petunjuk kepada jalan kebaikan. Allah Ta’ala berfirman tentang Nabi Yusuf ‘alaihissalam:
كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاء إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ
“Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang ikhlas.” (QS. Yusuf [12]: 24)
2. Berdoa dan bersandar (hanya) kepada Allah
Berdoa dan bersandar (hanya) kepada Allah disertai dengan meminta dan mengharap agara Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang menjadi kunci pembuka pintu kebaikan serta penutup pintu kejelekan. Karena doa itu sendiri merupakan kunci dari setiap kebaikan sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama. Doa merupakan kunci kebaikan dan Allah Ta’ala tidak akan mengecewakan seorang hamba yang berdoa kepadaNya, dan Dia tidak akan menolak (doa) seorang hamba yang meminta kepadaNya.
Salah satu doa di dalam al-Quran yang terdapat di dalamnya salah satu nama Allah al-Fattah adalah:
رَبَّنَا افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَأَنتَ خَيْرُ الْفَاتِحِينَ
“Ya Tuhan kami, bukalah (berilah) keputusan antara kami dan kaum kami dengan hak (adil) dan Engkaulah Pembuka (Pemberi) keputusan yang sebaik-baiknya.” (QS. al-A’raf [7]: 89)
3. Menerima (dengan senang) segala macam bentuk ibadah yang ditetapkan oleh Allah
Terlebih lagi dalam ibadah-ibadah yang bersifat wajib, dan lebih khususnya terhadap ibadah shalat, karena shalat itu akan mencegah diri kita dari perbuatan keji dan munkar. Dan jika seorang hamba bisa menjaga perintah-perintah Allah dan menerimanya dengan melakukan ketaatan yang sebenar-benarnya kepadaNya, maka dengan izin Allah ia akan menjadi kunci pembuka pintu kebaikan dan penutup pintu kejelekan.
4. Menghiasi diri dengan akhlak yang baik
Seorang yang menginginkan kunci-kunci kebaikan berada di tangannya maka ia harus senantiasa menghiasi dirinya dengan akhlak yang baik dan mulia, serta menjauhi akhlak yang buruk dengan segala bentuk kehinaannya. Karena akhlak yang baik itu akan menjaga pemiliknya dari perbuatan-perbuatan yang keji dan akan menjauhkan dirinya dari kejelekan yang bisa membawa bencana besar. Dan sebaliknya, akhlak yang buruk dan rendah itu akan membawa pemiliknya kepada kejelekan-kejelekan yang dapat mendatangkan petaka yang besar.
5. Bergaul dan berkumpul dengan orang-orang yang baik
Tidak sepantasnya bagi seorang yang beriman untuk bergaul dengan sembarang orang, karena di sebuah hadits yang shahih Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِل
“(Agama) seseorang itu sesuai dengan agama teman dekatnya, maka hendaknya kalian memperhatikan siapa yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, al-Hakim dan Ahmad, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu).
Bergaul dengan orang-orang yang baik sangat menguntungkan, karena ketika bergaul dengan mereka para malaikat akan mengelilinginya dan kasih sayang (Allah) akan senantiasa meliputinya. Sebaliknya, bergaul dengan orang-orang yang jelek (sangat membahayakan) karena di sana merupakan tempat turun dan berkumpulnya setan-setan. Allah Ta’ala berfirman:
هَلْ أُنَبِّئُكُمْ عَلَى مَن تَنَزَّلُ الشَّيَاطِينُ، تَنَزَّلُ عَلَى كُلِّ أَفَّاكٍ أَثِيمٍ، يُلْقُونَ السَّمْعَ وَأَكْثَرُهُمْ كَاذِبُونَ
“Apakah akan Aku beritakan kepadamu, kepada siapa setan-setan itu turun?, Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi yang banyak dosa, mereka menghadapkan pendengaran (kepada setan) itu, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang pendusta.” (Qs. asy-Syu’araa [26]: 221-223)
6. Senantiasa memberikan nasihat kepada orang lain
Kita harus senantiasa memberikan nasihat kepada orang lain, dan jangan sampai terbetik di hati kita untuk memberikan kepada mereka kecuali nasihat yang bermanfaat. Di dalam hadits yang shahih Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الدِّينُ النَّصِيحَةُ، الدِّينُ النَّصِيحَةُ، الدِّينُ النَّصِيحَةُ
“Agama itu nasihat, agama itu nasihat, agama itu nasihat.” (HR. Muslim)
Seorang pemberi nasihat (yang benar) adalah mereka yang menginginkan kebaikan untuk saudaranya dan ia melakukannya dengan sungguh-sungguh. Jika sifat saling menasihati ada di tengah-tengah kaum muslimin maka keutamaan pasti akan meliputi mereka dan tersebarlah kebaikan di antara mereka. Dan seseorang tidak akan bisa menjadi kunci kebaikan dan penutup kejelekan selama ia tidak mau memberikan nasihat kepada orang lain.
7. Banyak mengingat-ingat hari kiamat
Kita juga harus senantiasa banyak mengingat-ingat hari kiamat dan saat-saat kita berdiri di sisi Allah Ta’ala Rabb pencipta alam semesta. Renungkanlah bagaimana jika suatu hari kita berdiri di hadapan Allah Ta’ala dan saat itu Allah menghitung serta meminta pertanggungjawaban dari setiap amal perbuatan yang telah kita lakukan selama hidup di dunia.
“Maka sungguh beruntunglah bagi siapa saja yang Allah jadikan kunci-kunci kebaikan berada di tangannya, dan celakalah bagi siapa saja yang Allah jadikan kunci-kunci kejelakan berada di tangannya.”
Semoga Allah Ta’ala menjadikan dan memasukan kita semua ke dalam kelompok orang-orang yang menjadi kunci pembuka bagi pintu-pintu kebaikan serta penutup dari pintu-pintu kejelekan. Amin Ya Rabbal ‘Alamin
(Diringkas dan diterjemahkan secara bebas dari khutbah jumat yang berjudul “Kun Miftaahan lil Khair” oleh Syaikh Prof. Dr. Abdurrazaq bin Abdul Muhsin al-Badr hafidzahumallahu Ta’ala pada tanggal 27 Syawal 1424 H)
Sumber: www.al-badr.net
@Islamic Centre Bin Baz Yogyakarta, 28 Shafar 1435 H/01 Januari 2014 M.
Penerjemah: Mu’adz Mukhadasin
www.muadz.com