Umar bin Abdul Aziz rahimahullah berkata:
مَنْ جَعَلَ دِينَهُ غَرَضاً لِلْخُصُومَاتِ أَكْثَرَ التَّنَقُّلَ
“Barang siapa yang menjadikan agamanya sebagai tujuan untuk ajang permusuhan (perdebatan/perselisihan), maka niscaya ia akan banyak berpindah-pindah (pendapat/keyakinannya).” (Sunan ad-Darimi, 310)
Syaikh Prof Dr. Abdurrazaq bin Abdul Muhsin al-Abbad al-Badr hafizhahumallah berkata:
كم من إنسان خاطر بدينه، ولاسيما مع يسر التواصل عبر وسائل الاتصال الحديثة، ودخل بلا بصيرة في خصومات وجدل عقيم، لم تثمر إلا قسوة القلوب وضعف الدين وذهاب الحياء وكثرة التنقل من فكر إلى آخر، ومن رأي إلى رأي
“Betapa banyak orang yang (saat ini) mempertaruhkan agamanya. Terlebih lagi di saat begitu mudahnya interaksi (komunikasi) melalui jejaring sosial seperti sekarang. Melibatkan diri dalam permusuhan (perselisihan) dan masuk ke dalam ranah perdebatan yang tidak berguna tanpa didasari dengan ilmu, yang akhirnya tidak menumbuhkan kecuali kerasnya hati, lemahnya agama, hilangnya rasa malu, dan sering berpindah-pindah (berubah-ubah) dari pemikiran yang satu ke pemikiran lainnya, dari pendapat yang satu ke pendapat yang lainnya.” (At-Tuhaf bil Ma’tsur ‘an as-Salaf, hal 26)
—–
Sering kita dapati, seseorang yang awalnya mengenal dakwah salaf dan bagus pemahaman agamanya tapi akhirnya berbalik memusuhi dakwah salaf dikarenakan sering terlibat dalam perdebatan masalah agama tanpa didasari ilmu yang kuat.
Ada juga yang awalnya mendapatkan pejalaran/materi agama bagus sesuai dengan manhaj dan pemahaman salaf dari guru-gurunya, sekarang justru berubah menjadi abu-abu manhajnya disebabkan karena suka terlibat dalam perberdebatan padahal dia bodoh (tidak memiliki dasar ilmu yang kuat).
Ditambah lagi tidak hati-hati dalam pertemanannya, sembarangan dalam mengambil rujukan ilmu, dan terlalu ingin bebas tanpa bimbingan guru dengan dalih agar tidak terkekang. Akhirnya, pemahaman agamanya pun jadi nyeleneh, bahkan menjadi sosok yang cenderung lebih sering tajam lisan/tulisannya dan hanya “kritis” kepada guru-guru dan teman-temannya yang dulu. Allahul musta’aan