1. Fatwa dari Lajnah Daimah Lil Ifta (Lembaga Fatwa Arab Saudi)
Pertanyaan:
“Apakah diperbolehkan mengumumkan kematian seseorang yang wafat di suatu desa, diumumkan di papan pengumuman khusus yang ada di masjid? Padahal sudah ada orang yang melaksanakan penyelenggaraan jenazahnya (memandikan dan mengkafaninya). Adapun pelaksanaan salat jenazahnya dilakukan setelah salat Zuhur atau Ashar di masjid.”
Jawaban:
“Pertama, pengumuman tentang kematian seseorang dengan cara yang menyerupai an-Na’yu yang dilarang syariat maka tidak boleh. Adapun mengabarkan berita kematian kepada kerabat dan kenalannya agar mereka bisa ikut hadir menyalatkan dan menguburkannya maka ini boleh dan tidak termasuk an-Na’yu yang dilarang. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah saat Raja Najasyi dari Habasyah meninggal dunia, beliau mengabarkan hal tersebut kepada para sahabatnya kemudian menyalatkannya.
Kedua, tidak pantas menjadikan papan pengumuman masjid untuk mengumumkan berita kematian atau yang semisalnya. Karena masjid dibangun bukan untuk itu.”
2. Fatwa Syaikh Rabi bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah
Syaikh Khalid bin Dhahwi azh-Zhafiri (pengelola situs Syaikh Rabi’ al-Madkhali) berkata, “Aku pernah bertanya kepada Syaikh Rabi’ -semoga Allah menjaga beliau- tentang hukum mengumumkan berita kematian seseorang di forum-forum (yang ada di internet) apakah termasuk an-Na’yu yang dilarang?
Maka beliau menjawab: “Iya, itu termasuk an-Na’yu yang dilarang.”
Aku bertanya lagi: “Jadi, sebaiknya meninggalkannya?”
Beliau menjawab: “Bahkan wajib meninggalkannya.”
3. Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah
Pertanyaan:
“Apa hukumnya takziyah (berbelasungkawa) yang dilakukan melalui surat kabar?”
Jawaban:
“Takziyah yang dilakukan melalui surat kabar, saya khawatir itu termasuk an-Na’yu yang tercela. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari perbutan an-Na’yu. Dan pada umumnya, maksud dari takziyah (yang dilakukan oleh sebagian orang-red) melalui surat kabar tersebut biasanya adalah untuk menyampaikan rasa belasungkawa atas kematian seseorang yang diseganinya. Mungkin sebaiknya si pelayat tersebut menulis pesan saja untuk keluarga si mayit atau menelpon mereka dan tidak perlu membuat pengumuman seperti itu.”
4. Fatwa Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah
Pertanyaan:”Mengenai pengumuman belasungkawa melalui surat kabar (majalah dan yang sejenisnya), ucapan terima kasih atas belasungkawa, dan pengumuman atas kematian seseorang, bagaimana pandangan syariat mengenai hal ini?”
Jawaban beliau hafidzahullah:
“Pengumuman di majalah-majalah tentang kematian seseorang, apabila tujuannya benar yaitu agar orang lain tahu mengenai wafatnya kemudian (dari informasi tersebut) mereka bisa menghadiri salat jenazah dan pemakamannya serta mendoakannya, dan juga agar orang-orang yang punya tanggungan utang piutang dengan si mayit menjadi tahu dan haknya masing-masing bisa ditunaikan, maka pengumuman untuk tujuan seperti ini tidak mengapa. Akan tetapi tidak boleh melampaui batas dalam penyampaian pengumumannya. Misalnya dengan menuliskan kalimat belasungkawa yang memenuhi satu halaman majalah, karena hal tersebut tentunya membutuhkan banyak dana untuk hal yang sebenarnya tidak perlu.”
Diringkas dan diterjemahkan secara bebas dari: www.rsalafs.com
An-Na’yu (Mengumumkan Berita Kematian) yang Dilarang
Tentang na-Na’yu yang dilarang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan:
والنعي الذي نهى عنه النبيُّ ﷺ هو ما يفعله أهلُ الجاهلية؛ بجعل مَن يُنادي بمجامع الناس في القبائل: مات فلانٌ، مات فلانٌ؛ لإشهار عظمته، وإشهار منزلته، أمَّا كونه يقول لجماعةٍ: صلُّوا على فلانٍ مات، أو يُعلم أقاربه أو جيرانه حتى يحضروا؛ فلا بأس بهذا، بدليل الحديث الثاني أنَّ النبي ﷺ نعى النَّجاشي، يعني: أخبر بموته، فإنه لما تُوفي جاءه الوحي بوفاته فقال للصَّحابة: إنَّ النَّجاشي قد مات، ودعاهم إلى الصَّلاة عليه، فصلُّوا عليه في المصلَّى.
“Adapun an-Na’yu (pengumuman kematian) yang dilarang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Jahiliyah. Mereka menyeru/mengabarkan kepada orang-orang di berbagai kabilah seraya berkata, “si Fulan telah meninggal, si Fulan telah meninggal” dengan maksud menggaung-gaungkan kemuliaan dan kehebatannya.
Apabila sekedar ucapan kepada orang-orang, “Salatilah jenazah Fulan yang telah wafat ini”, atau agar diketahui oleh kerabat dan tetangganya untuk kemudian menyalatinya, maka hal ini tidak mengapa.
Dalinya adalah hadis yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengumumkan berita kematian Raja Najasyi. Saat Raja Najasyi meninggal dunia, datanglah wahyu dari Allah kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang wafatnya, maka beliau berkata kepada para sahabatnya, “Sesungguhnya Raja Najasyi telah meninggal dunia”, beliau pun menyeru mereka agar menyalatkannya. Maka mereka menyalatkannya (salat ghaib) di Masjid Nabawi.”
فإخبار الناس وإخبار الجيران والأقارب أنه مات فلانٌ حتى يحضروا لا بأس به، وليس من النَّعي، فالنعي الذي كان يفعله أهلُ الجاهلية هو إعلانه من خلال ركابٍ يطوف على الناس في القبائل، وفي محلاتهم ودورهم: أنَّ فلانًا قد مات؛ إعظامًا لشأنه عند الجاهلية، كأن يكون رئيسَ قومه، أو ما أشبه ذلك.
“Maka dari itu, mengabarkan kepada orang-orang, tetangga, dan karib kerabat tentang wafatnya seseorang untuk kemudian mereka bisa hadir menyalatkannya maka ini tidak mengapa, dan bukan termasuk an-Na’yu yang dilarang. An-Na’yu yang dilarang adalah yang dilakukan oleh kaum Jahiliyah dengan mengumumkan berita kematian kepada kabilah satu ke kabilah yang lainnya, keliling mengumumkannya kepada orang-orang bahwasanya si Fulan telah meninggal dunia dengan maksud mengagungkan kedudukannya di zaman Jahiliyah, misalnya dengan menyebutkan bahwa si Fulan ini merupakan pemimpin bagi kaum/kabilahnya, atau hal-hal yang serupa dengan itu.”
أمَّا الإعلان عنه في الجرائد فهو محل نظرٍ؛ لما فيه من التَّكلف، فقد يُباح إذا لم يكن فيه تكلُّف، وقد يُمنع إذا كان فيه تكلُّفٌ من أموالٍ طائلةٍ، فهو محل نظرٍ، وليس من نعي الجاهلية، لكن فيه نظر من جهة أنه بلغنا أنه يحتاج تكلُّفًا ونقودًا كثيرةً، فتركه أولى وأحوط، وإذا أراد أن يُعزِّي أهل الميت يكتب لهم كتابًا، أو يُعزِّيهم عن طريق الهاتف، أو يزورهم فيكون أكمل وأكمل.
“Adapun tentang pengumuman berita kematian di surat kabar, maka ini harus dilihat dahulu kasusnya. Kadang di dalamnya ada usur takalluf (membebani/memaksakan diri). Kalau tidak ada unsur memaksakan diri maka diperbolehkan. Dilarang kalau ada unsur memaksakan diri dari segi butuh dana yang besar (misalnya). Permasalah ini perlu dirinci, tidak semuanya termasuk an-Na’yu yang dilarang seperti di zaman Jahiliyah. Akan tetapi, kalau dari sudut pandang yang sampai kepada kami bahwa perbuatan tersebut membutuhkan dana yang besar, maka meninggalkannya tentu lebih utama dan selamat. Apabila kita ingin menyampaikan belasungkawa kepada keluarga si mayit, maka bisa dengan menulis pesan untuk dikirimkan kepada mereka, atau lewat telpon, atau bisa juga dengan langsung mengunjungi mereka dan ini lebih baik dan utama.”
Dinukil dan diterjemahkan secara bebas dari: www.binbaz.org
Cileungsi, 16 Zulhijah 1442 / 26 Juli 2021
Oleh: Muadz Mukhadasin
Artikel: www.muadz.com