Pertanyaan:
Terjadi perbincangan (di kalangan masyarakat-red) seputar pembagian air. Sebagian mereka berpendapat bahwa air itu terbagi menjadi dua jenis, yaitu air suci dan air najis. Dan sebagian yang lainnya berpendapat bahwa air itu terbagi menjadi tiga jenis, yaitu thahuur (air suci dan mensucikan), thaahir (air suci tapi tidak mensucikan), dan air najis.
Pertanyaannya, manakah yang benar, apakah pembagian yang pertama atau yang kedua? Saya mohon penjelasan dari Anda tentang permasalah ini.
Jawaban:
Yang benar adalah bahwasanya air muthlaq (air asli yang tetap seperti kondisi asalnya-pent) itu dibagi menjadi dua jenis, yaitu air thahur (air suci dan mensucikan) dan air najis.
Allah Ta’ala berfirman:
وَأَنزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُوراً
“Dan Kami turunkan dari langit air yang thahur.” (QS al-Furqan [25]: 48)
Allah Ta’ala juga berfirman:
إِذْ يُغَشِّيكُمُ النُّعَاسَ أَمَنَةً مِّنْهُ وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُم مِّن السَّمَاء مَاء لِّيُطَهِّرَكُم بِهِ وَيُذْهِبَ عَنكُمْ رِجْزَ الشَّيْطَانِ
“(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman daripadaNya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan setan.” (QS al-Anfal [8]: 11)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ المَاءَ طَهُورٌ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ
“Sesungguhnya air itu thahur (suci), tidak dapat dinajiskan oleh sesuatu.” (HR Imam Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan an-Nasai dengan sanad shahih dari sahabat Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu)
Maksud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tidak dapat dinajiskan kecuali apabila berubah rasa, bau, atau warnanya oleh sesuatu yang berasal dari najis. Maka air itu otomatis menjadi najis berdasarkan ijma’ para ulama. Sedangkan apa-apa yang tercampur ke dalam air berupa minuman, daun, atau yang sejenisnya, maka tidak menjadikannya najis dan kesuciannya tidak hilang selama masih dinamakan air.
Jika hakikat airnya telah berubah akibat tercampur dengan bahan-bahan yang bisa menjadikannya jenis yang lain seperti susu, kopi, teh, atau yang sejenis dengannya, maka otomatis dikeluarkan dari hakikat air yang sebenarnya. Dan itu tidak dinamakan lagi dengan air, namun masih tetap suci dengan percampuran tersebut dan tidak menjadikannya najis.
Adapun air muqayyad (air campuran), contohnya seperti air (sari pati) bunga, air (perasan) anggur, air (perasan) delima, dan air zam-zam, maka air-air tersebut dinamakan air suci namun tidak mensucikan, bukan termasuk air suci yang mensucikan dan tidak bisa mensucikan hadats atau najis karena itu termasuk air muqayyad, bukan air mutlak. Dan tidak ada dalil-dalil dari syariat yang menyatakan bahwa air muqayyad itu bisa mensucikan. Yang ada adalah bahwasanya syariat hanya mensifati air muthlaq dengan air yang suci dan mensucikan sebagaimana air hujan, air laut, air sungai, dan mata air lainnya. Wallah waliyyut taufiq
Diterjemahkan secara bebas dari fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah dalam website resmi beliau di http://www.binbaz.org.sa/fatawa/2076.
Oleh: Muadz Mukhadasin
www.muadz.com